ETHOS & KERJAAN RUMAH TANGGA Kamis, Jul 3 2008 

Dalam hidup ini, tak ada yang mudah. Semua persoalan adalah hal yang sulit, Namun yakinlah bahwa dalam tiap-tiap kesulitan pasti ada kemudahan.

Mengurusi kerjaan rumah ternyata tak segampang yang terlihat,oh baru kali ini aku menyadari bahwa menjalankan tugas seorang Ibu rumah tangga ternyata tak gampang. Mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyapu dan memasak, mengurus anak belum lagi mengurus suami oh betapa beratnya semua kegiatan itu. Tak heran, ternyata wanita lebih cepat kelihatan tua katimbang laki-laki akibat rutinitas yang berat setiap hari.

Dibalik kesusahan itu ada kemudahan, untunglah saat ini telah ada mesin cuci, makanan instan juga minuman instan hingga jika suatu kali kita para suami mengerjakannya akan lebih terasa gampang-gampang susah namun dalam hal pelayanan, masih harus kita kerjakan sendiri karena, sangat aneh bila melayani Suami atau Istri dijual dalam bentuk yang instan pula.

Saya lantas heran melihat kenyataan bahwa masih banyak laki-laki yang kurang menghargai istrinya. Betapa beratnya menjadi Ibu rumah tangga itu. Para Suami harusnya mempunyai persedian kantung emosi yang banyak agar emosinya tak mudah bocor. Maksud saya ini, adalah ingin mengajak anda menghargai pekerjaan para ibu rumah tangga itu, yang menghasilkan kebahagian dan kepuasan tersendiri bagi kita para suami.

Tak peduli sedikit atau banyaknya rutinitas yang dikerjakan oleh istri-istri anda, hargailah dengan sebaik-baiknya. Hal yang tak bijak jika kita saling hitung-menghitung beratnya pekerjaan dengan istri. Jelasnya semua pekerjaan itu tak ada yang mudah jadi, hargailah ia sebagaimana ia memberikan kepuasan kebahagian tersendiri bagi kita. Renungkanlah karya Khalil Gibran (Gibran 2000) berikut ini :

Bila engkau bekerja dengan cinta
itu berarti engkau menenun dengan sutra dari hatimu
seakan kekasihmu sendiri yang mengenakannya.
itu berarti engkau menabur dalam kelembutan, memetik dengan sukacita, seakan kekasihmu sendiri yang menikmatinya di meja perjamuan.
Sebab jika engkau bekerja sambil bersungut-sungut, sebenarnya engkau tengah menabur racun kedalam adonan rotimu.
Dan jika engkau bekerja setengah hati, sebenarnya engkau tengah membuat roti busuk yang membuat sakit perut.

RANSEL© Jumat, Jun 27 2008 

Dalam hal urusan memilih, kita seringkali dihadapkan pada pilihan yang kadang belum tentu benar dan sudah tentu benar. Ini semacam permainan russian roulette berputar dan berulang-ulang saja.

Entah karna dihadapkan dengan pilihan baik atau buruk, suatu hari di Tanatoraja sulsel selepas acara pernikahan sepupu teman saya, kami pun pergi melihat acara tradisi yang disana (toraja) di adakan setiap kali ada kematian.

Saya mendekati rombongan turis mancanegara yang sangat-sangat menikmati pertunjukan adu kerbau ini.
Ketika saya baru saja “say hello” pada turis ini, tiba-tiba saja sang turis langsung menitipkan tas ranselnya pada saya dan bergegas mendekat ke arena untuk memotret.(jarak saya dengan arena 20 meter)

Belum cukup kekagetan saya melihat kerumunan orang banyak ini, eh si turis ini menambahnya dengan menitipkan barangnya pada orang yang belum terlalu dikenalnya. Si turis ini hanya melihat mata saya saja tanpa harus melihat KTP saya dan selanjutnya berani menitipkan sesuatu miiknya yang berharga.

Gila, gumam pertama kali dalam hatiku ini. Gila karna tidak menyangka hanya dengan bertatap mata bagi seseorang, itu sudah merupakan jaminan keselamatannya.
Waktu terasa lama bagiku saat itu, konflik pikiran lagi-lagi menderaku, salah satunya adalah khawatir membayangkan kalau-kalau ransel ini, adalah barang yang berbahaya waduh, bisa runyam diri ini, atau ini : kurang ajar turis ini, emangnya aku ini tempat penitipan barang ya?? Kutenangkan diri ini se-hening-heningnya hingga energi positif membantuku lepas dari konflik. Tak mudah membuat diri ini merasa hening ditengah khalayak yang sangat ramai dan tentu saja sangat ribut.

Sang turis pun kembali menghampiriku dan membalas tegur sapaku tadi dan mulai memperkenalkan dirinya tak lupa ia berterima kasih padaku karena telah menjaga tasnya.
Pengalaman ini memberiku pelajaran bahwa pilihan ada luas terbentang untuk kita, apa yang terjadi seandainya saya memilih kabur membawa tas turis tersebut atau membiarkan tas tersebut di sambar orang lain???

Tentang bagaimana memilih pilihan yang baik biarkanlah keimanan dalam diri kita yang membimbing.
Jika kesempatan untuk berbuat baik datang, pergunakanlah dengan sebaik-baiknya tanpa mengharap imbalan jasa karna jika kesempatan untuk berbuat baik itu tak digunakan maka, bersiaplah untuk menyesal seumur hidup. Tetapi jika jangan pernah menyesal adalah prinsip anda maka semakin mantaplah kesempatan untuk berbuat baik itu dilakukan.

Laman Berikutnya »